a traveler, a backpacker, food lover

Jumat, 22 Juni 2007

Pintu Border Belum Dibuka

Tidak ada komentar :
Laporan Perjalanan  dari Kuching (1)


Kamis (7/6), rombongan IPKB (Ikatan Penulis Keluarga Berencana) yang terdiri dari pers, pembina wilayah dari BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) Kalimantan Barat, dan seorang pembina BKKBN Pusat melakukan tour ke Kuching.
Rombongan berkumpul di Jalan Sisingamangaraja No. 155 Pontianak, pukul 20.30 untuk melakukan pengisian identitas dan tempat tujuan, salah satu pelengkap keimigrasian untuk melewati wilayah perbatasan di Entikong.
Mesin kendaraan dinyalakan oleh supir bis dan menyuruh para penumpang untuk menempati nomor kursi yang tertera di tiket bis. Sisi kiri bis, dengan nomor kursi 4B, menjadi bilik peraduan saya selama perjalanan. Maklum, malam.
Setelah penumpang menempati kursinya masing-masing, bis berjalan. Tepat pukul 21.00.
Pukul 21.23, perjalanan terhenti di Pertamina, pertigaan jalan 28 Oktober, menaikkan sepasang suami istri separuh baya. Dua menit kemudian, bis mulai berjalan kembali.
Seorang lelaki berjaket jeans, menghentikan laju bis setelah memberitahukan tempat pemberhentiannya. Pintu bis terbuka, lelaki itu turun, di depan komplek tentara Batulayang.
Gambaran saya mengenai perjalanan, hilang bersama kantuk yang menyerang. Kelelahan mengurus paspor dari pagi hingga memperoleh paspor pukul 17.00, menyatu dengan dinginnya air conditioner (AC) yang berada tepat di atas kursiku. Aku terlena untuk beristirahat.
Saya terbangun di daerah Sosok, karena bis melewati jalan rusak. Rem mendadak oleh supir, menghilangkan rasa kantuk karena tubuh terdorong ke depan ke belakang. Oleng.
Beberapa rumah dengan jarak yang tidak berdekatan, terlihat di luar jendela dari sisi kiri. Kebanyakan, hanya satu lampu teras yang menjadi penerang dari rumah itu. Warung yang hanya diterangi dengan sebuah pelita, kadang dilewati. Minat pengunjung yang besar, terlihat dari jumlah motor yang terparkir, lebih dari lima buah. Kehidupan malam remang di pedesaan, dari orang-orang yang haus hiburan.
Bis mulai mengurangi lajunya. Sopir mengarahkan bis ke kanan, memasuki pelataran sebuah warung di daerah sosok.
Pukul 02.02 saat itu, ketika bis berhenti di rumah makan Citra Minang Sosok. “Capuccino panas,” ujarku kepada penjaga warung, yang langsung disediakan dalam cangkir coklat.
Nikmatnya cappucino, saya nikmati di sebuah meja dari porselin putih, dengan 4 bangku dari bahan semen yang dibentuk menyerupai batang pohon berwarna coklat. Letak tempat duduk saya, hanya sekitar semeter dari televisi yang menempel di dinding dan disanggah dengan besi berbentuk kotak, yang dipaku kuat ke dinding.
Tayangan musik dari saluran MTV, menambah suasana hangat di pekatnya malam. “Ini jadwal acara tour kita,” ujar Yasmin Umar, ketua rombongan IPKB, yang berkeliling membagikan jadwal pada kertas putih ke seluruh rombongan.
Rekan IPKB lain, terlihat menikmati santapan mereka. Dinginnya malam, membuat ‘kampung tengah’ berunjuk rasa. Dengan lahap, santapan dihabiskan, diiringi dengan diskusi kecil dan humor. Empat puluh enam menit, waktu yang dihabiskan di warung itu. Setelah selesai melakukan pembayaran, perjalanan dilanjutkan kembali.
Pukul 04.27, bis sampai di Entikong. Tepat di depan warung tengah, dari 3 warung yang terbuka. Kesempatan ini, saya gunakan untuk merokok. Turun dari bis, sebatang rokok disulut, dan asapnya terbang bersama embun.
Beberapa orang yang jadi calo tukar uang, menawarkan jasa. Mereka mondar-mandir, berharap ada penumpang yang memanggil. Tawaran yang mereka ajukan, selalu ditanggapi dengan gelengan kepala. “Ini masih Indonesia,” ujar Ruly, dari agen perjalanan, yang menjadi teman merokok. “Kalau sudah masuk Malaysia, seperti ruang utama dan dapur,” lanjutnya, memberikan pengandaian.
Banyak bis yang berhenti. Beberapa orang yang berkelompok di samping saya, bercerita dan berkata, “Pintu gerbang belum dibuka.”
Instruksi untuk masuk ke bis, terdengar dari ketua rombongan. Mesin bis menyala, kemudian berjalan maju, beberapa meter. Mesin dimatikan kembali, rombongan diingatkan untuk menyiapkan paspornya masing-masing, dan berkumpul di depan pintu gerbang.
Pukul 05.00, pintu gerbang dibuka. Rombongan dan orang-orang yang menuju ke Malaysia, berjalan sekitar 50 meter, membentuk dua barisan panjang. Tempat untuk mengantri cap pengesahan di imigrasi perbatasan, melewati dua ruangan di samping kanan. Di atas pintu ruangan, tertulis kantor perhubungan darat, bea dan cukai. Seorang petugas dengan seragam warna abu-abu gelap, bersandar di pintu kantor perhubungan darat. Penerangan ruangan tersebut, dari lampu neon panjang yang berjumlah dua buah.
“Lanjut,” ujar petugas yang berjaga di sisi kiri. Ia menyuruh baris berikutnya untuk maju. Petugas tersebut, seperti teman yang berasal dari kampungku. Alex, namanya.
Dugaanku tepat, saat dia menoleh ketika namanya saya panggil.
Rombongan memisahkan diri dari barisan, dan mengumpulkan paspor agar proses pemberian cap selesai dengan cepat. Tak lama, rombongan melanjutkan pemeriksaan di keimigrasian Malaysia, setelah terhenti beberapa saat karena ditahan Polis Di Raja Malaysia, yang mengecek tempat tujuan menginap selama berada di Malaysia. (bersambung)

Tidak ada komentar :