a traveler, a backpacker, food lover

Rabu, 27 Februari 2008

Betang Saham, Peradaban Yang Tergerus Waktu

1 komentar :



Borneo Tribune, Ngabang
Dinding bangunan betang (Rumah Panjang) Saham kini hanya menggunakan papan biasa yang sudah terlihat kusam. Lantai terasnya pun berupa potongan-potongan kayu tua yang mulai lapuk. Saksi sejarah tersebut kini semakin renta.
Bangunan Betang Saham yang dahulunya terlihat megah (karena dibangun dengan kayu Ulin/Belian), namun kini kondisinya sungguh memprihatinkan. Seolah-olah tidak ada usaha dari pihak manapun untuk merenovasi bagunan ini.
Padahal, kalau kita lihat. Fungsi Betang merupakan sentral aktifitas suku Dayak. Dimana tatanan sosial, ekonomi, budaya dan politik, terjadi di dalam rumah panjang dengan hall (ruangan) yang luas di bagian tengahnya. Masyarakat yang tinggal di Rumah Betang masih memegang teguh adat istiadat, tradisi atau budaya, dan memegang teguh kehidupan bersama serta bergotong royong.
Berdasarkan cerita dari leluhur atau sesepuh Rumah Betang yang terletak di Desa Saham, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak. Betang tersebut merupakan tempat tinggal masyarakat Dayak Kanayant. Betang Saham berdiri sejak 1875. Bangunan ini terdiri dari 35 pintu atau blok. Setiap pintu atau blok dihuni oleh 1 kepala keluarga dan panjangnya 180 meter.
Menurut Ibu Sofa, penghuni Betang Saham, yang ditemui di rumahnya beberapa waktu lalu. Saat ini Betang hanya berpenghuni 32 kepala keluarga. “Dua pintu kosong dan 1 pintu digunakan untuk perpustakaan,” ujarnya. Perpustakaan tersebut merupakan bantuan dari Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Landak.
Menurut Drs. Bartho, Kepala Seksi (Kasi) Kebudayaan dan Pariwisata Pemkab Landak, perpustakaan yang ada di Betang Saham masih menempati kamar yang biasanya digunakan sebagai penginapan bagi para turis. “Sebenarnya lokasi perpustakaan tersebut sudah ditentukan di kamar paling ujung,” ujarnya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, penghuni Betang Saham memiliki Pasirah (orang yang dituakan), yaitu pak Ngidar. Selain itu adapula Kepala Desa, Pak Jimpol, yang sudah memimpin selama 4 (empat) periode.
Mata pencaharian penghuni Betang Saham sebagian besar adalah petani. Yang mengolah lahan di sekitar Betang. Mata pencaharian lain mereka adalah sebagai penyadap karet. Bartho mengatakan masyarakat yang ada di Desa Saham sudah sejak 1980 lalu menolak masuknya perkebunan sawit di Desa mereka.

Sudah Mengajukan Renovasi
Tampilan fisik Betang Saham yang sudah terlihat dimakan usia, ternyata sudah beberapa kali diajukan untuk direnovasi. Menurut Bartho, pengajuan kepada pihak Pemkab Pontianak (Kabupaten Landak merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Pontianak pada 1999 lalu) tersebut mulai dilakukan pada 1983. “Terutama untuk pelataran depan,” ujarnya. Akan tetapi belum ada tanggapan sama sekali.
Pengajuan renovasi pun kembali diutarakan pada 1989 dan 1994. Namun tetap saja, ujar Bartho, tidak ada alokasi dana yang disediakan untuk membiayai renovasi Betang Saham tersebut.
Ketika pemekaran terjadi pada 1999 lalu, ujar Bartho, Pemda Landak mengutamakan pembangunan infrastruktur. “Kita (Dinas Pariwisata) memaklumi hal itu,” ujarnya. Dikarenakan infrastrutur yang ada di Landak dulunya masih belum memadai. Dimana untuk menciptakan pembangunan di suatu daerah, harus memiliki infrastruktur yang memadai dan mudah untuk dilalui sebagai jalur transportasi dan perdagangan.
Angin segar mengenai renovasi Betang Saham baru diperoleh pada 2008 ini. ‘Dinas Pariwisata Provinsi sudah mengadakan pengukuran untuk renovasi Betang,” ujar Bartho. Bersama dengan Dinas Keperbukalaan dari Jakarta.
Meskipun sudah dilakukan pengukuran, ujar Bartho, namun kita belum tahu realisasinya. “Harapan kita Betang Saham bisa bertahap di renovasi,” ujarnya. Sebagai aset daerah yang dapat menambah khasanah budaya di Kalimantan Barat.
Selain itu pula, lanjut Bartho, renovasi ini jangan hanya merupakan agenda kerja Dinas Pariwisata tingkat Provinsi saja. “Setidaknya juga dari pemerintah pusat dan pemda Landak,” ujarnya. Dengan pendanaan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Sehingga kepedulian terhadap pelestarian budaya yang beragam di Indonesia, yang berada di daerah luar Jawa juga menjadi perhatian yang serius dari pemerintah pusat.

Maju Dalam Pendidikan
Meskipun masih memegang teguh pada pola tradisional dalam hal adat, masyarakat Desa Saham sangat peduli terhadap pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perpustakaan yang ada di Betang Saham. Menurut Bartho, mayoritas masyarakat Desa Saham mengenyam pendidikan hingga tingkat Sarjana.
Penuturan Bartho bukan hanya isapan jempol belaka. Beberapa putra terbaik yang berasal dari Desa Saham, kini sudah menempati posisi penting di tingkat pemerintahan dan juga kalangan akademisi.
Sebut saja Dr. Bahari Sinju S, yang lahir dan hidup di Betang Saham. Beliau merupakan alumnus IKIP (Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Karang Malang Yogyakarta. Saat ini beliau adalah seorang dosen di FKIP (Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan) Universitas Tanjungpura. Beliau juga sebagai peneliti Dayak Kanayant di Institute of Dayakology Research and Development (IDRD).
Keterwakilan perempuan dari Desa Saham dalam bidang Akademis dipelopori oleh Dr. Regina. Beliau saat ini juga menjadi peneliti dan tenaga pengajar di FKIP Untan.
Di tingkat Pemerintahan, salah satu putra terbaik Desa Saham saat ini menjabat sebagai Bupati di Kabupaten Landak. Beliau adalah Drs. Adrianus Asia Sidot, M.Si. Selain menjabat sebagai Bupati, beliau juga ketua Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) wilayah Kalbar. Beliau juga kandidat Doktor dari salah satu Universitas di Jakarta.
Walaupun kondisi masyarakat Desa Saham masih terbelakang dan sering dipandang sebelah mata, tetapi mereka juga memiliki putra-putri terbaik yang dapat dijadikan motivator. Dan mampu berkecimpung di ranah pendidikan dan pemerintahan. Hal ini menjadi suatu kebanggaan, dimana dari Desa terpencil. Mereka memiliki potensi yang besar dan patut diperhitungkan.

1 komentar :

Anonim mengatakan...

Nice blog
mudah2an suatu waktu bisa ke betang ini

salam