Rabu, 27 Februari 2008
Meriam Karbit di Malam Takbiran
Borneo Tribune, Pontianak
Menyemarakkan malam kemenangan setelah menjalani puasa selama sebulan penuh, di lakukan oleh masyarakat Pontianak dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan dentuman keras meriam karbit yang kebanyakan dilakukan oleh masyarakat yang berada di pinggir sungai Kapuas.
Ridwansyah, warga Banjar Serasan, Pontianak. Bersama beberapa warga lain tampak sibuk pada Selasa (09/10), menjelang terbenamnya mentari. Hanya mengenakan celana pendek tanpa baju, Ridwansyah secara gotong-royong bersama 3 orang warga. Membuat sebuah panggung berukuran 6x4 meter, di atas air.
Panggung tersebut akan digunakan warga untuk menempatkan meriam karbit yang akan digunakan pada malam takbiran. Menurut Ridwansyah, mereka akan mengangkat gelondongan kayu yang akan digunakan sebagai meriam. Yang sudah digunakan pada tahun sebelumnya.
Gelondongan kayu besar tersebut, ujar Ridwansyah, dipendam ke dalam lumpur setelah digunakan. “Bila terkena hujan dan panas, akan cepat lapuk,” ujar Ridwansyah. Sehingga setelah meriam karbit yang menjadi tradisi tahunan tersebut dimainkan. Harus segera dipendam.
Tak jauh di tempat mereka bekerja, 12 gelondongan kayu yang digunakan sebagai meriam. Tersusun rapi berjejer di atas panggung, tepat di bibir sungai.
Beberapa kayu besar tersebut di poles cat biru dan dililit rotan. Tak jauh dari pangkal kayu, dibentuk sebuah lubang kecil yang digunakan untuk tempat menyulutkan api.
Menurut Ridwansyah, kayu yang digunakan sebagai meriam karbit tersebut adalah kayu cempedak air. “Sebenarnya kayu ini tidak terlalu bagus untuk meriam,” ujar Ridwansyah. Karena kayu tersebut berjenis lempung.
Kayu yang baik digunakan sebagai meriam karbit, ujar Ridwansyah, adalah kayu dengan komponen padat dan keras. “Bunyi yang dihasilkan keras dan nyaring,” ujar Ridwansyah. Selain itu kayu yang berjenis keras dapat digunakan untuk meriam dengan jangka waktu yang lama.
Untuk menghasilkan bunyi dentuman yang keras. Terlebih dahulu di masukkan karbit yang dicampur dengan air ke dalam kayu yang sudah dibolongkan pada bagian tengahnya. “Saat karbit dimasukkan. Lubang kecil yang berada di bawah kayu tersebut disumbat,” ujar Ridwansyah. Kemudian dibiarkan beberapa saat. Setelah itu, sumbatan tersebut dibuka untuk membuang airnya.
Ridwansyah mengaku bahwa meriam tersebut akan dimainkan oleh warga pada malam takbiran. “Dengan cara disulut dengan api,” ujar Ridwansyah. Meriam tersebut dimainkan oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Dana untuk membeli karbit sebagai bahan utama, ujar Ridwansyah, diperoleh dari hasil swadaya masyarakat. Selain itu, meletakkan gelondongan kayu besar di bibir sungai juga dilakukan oleh warga secara bersama-sama.
Pada malam takbiran, meriam karbit yang dimainkan oleh warga akan dilakukan secara berbalas-balasan. “Warga seberang (sungai-ed) juga sudah menyiapkan meriam karbit,” ujar Ridwansyah seraya menunjuk ke beberapa tempat di seberang yang terlihat gelondongan kayu besar berjejer rapi di bibir sungai.
Malam takbiran akan bertambah meriah dengan dentuman meriam yang saling bersahutan. Nyala obor yang diletakkan pada tiang pancang di bibir sungai sebagai penerang, juga akan memberi kesan tersendiri di malam takbiran.
Selain itu, pekikan takbir ‘Allahu..Akbar..’ tanda kemenangan juga akan membahana. Menyambut datangnya hari nan fitri.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar