a traveler, a backpacker, food lover

Rabu, 27 Februari 2008

Keraton Pakunegara Kesuma Peninggalan Kerajaan Tayan

1 komentar :



Borneo Tribune, Tayan
Sejarah kerajaan Islam, ternyata sangat banyak ditemui di Kalimantan Barat. Salah satunya dapat dilihat dari sisa-sisa peninggalan kerajaan yang masih tersimpan rapi di keraton Pakunegara Kesuma. Yang terletak di kampung Pedalaman, desa Pedalaman, Kecamatan Tayan Hilir, Sanggau.
Keraton Pakunegara Kesuma menghadap ke sungai Kapuas, yang memisahkan desa Pedalaman dan desa Pulau. Jalan dari Keraton menuju sungai Kapuas berupa jalan dengan lebar sekitar setengah meter dan berjarak sekitar 100 meter. Jalan tersebut bukan dari tanah, melainkan semen yang tampak masih baru.
Sisi kiri dan kanan jalan tersebut, tersimpan masing-masing 3 buah meriam, berjarak sekitar 20 meter satu dengan lainnya. Pada meriam paling ujung sebelah kanan jalan menuju sungai, tertulis 1698 pada badan meriam bagian pangkal. Di atas tahun tersebut terdapat simbol berbentuk layang-layang dengan huruf O di sisi kiri dan C di sisi kanan. Kemungkinan meriam tersebut bekas VOC yang tersisa dari masa peperangan.
Bangunan keraton di dominasi cat kuning, yang didirikan dari bahan kayu belian. Keraton hampir menyerupai betang dalam hal tinggi rumah. Atap rumah mengkerucut ke atas.
Tangga rumah menghubungkan antara badan jalan dengan pintu yang menuju ruang utama. Sebagian pintu dan jendela keraton berupa bingkai kaca. Satu kaca terlihat pecah pada bagian kiri paling bawah.
Ruang tamu terlihat sangat luas. Seperangkat bangku dari bahan kayu, diletakkan di sisi kiri ruang tamu, dekat jendela. Dua buah kaca peninggalan kerajaan menempel di sisi kiri dan kanan pintu yang menghubungkan ruang tamu dengan ruangan bagian dalam. Kaca tersebut berdekatan dengan tanduk kerbau dan tempat lilin yang berada di bagian dalam.
Di atas pintu penghubung tersebut, tergantung gambar Gusti Djafar (Raja Tayan ke-12) yang menjadi salah satu korban di Mandor.
Penghubung antara ruang tamu dan ruang utama, berupa sebuah ruangan dalam ukuran kecil. Di sisi kiri dan kanan ruangan ini ada dua pintu kamar. Begitu pula pintu untuk menuju ruang utama, ada di tepi paling kiri dan kanan. Dengan meriam kecil yang berada di sisi kedua pintu tersebut.
Ruang utama berupa ruangan yang sangat luas. Tempat sentral bagi singasana kerajaan berada satu garis lurus dengan pintu keraton yang menghadap ke sungai. Ruangan khusus tersebut dihiasi dengan motif pada sisi luarnya. Kaca nako tiga warna, berada di kedua sisi. Pagar kecil seperti menjadi pembatas untuk ruangan tersebut dengan kamar yang ada di tiap sisinya. Isi ruangan tersebut saat ini hanya sebuah tempat tidur raja yang tinggal rangkanya saja. Ruangan tersebut juga digunakan sebagai tempat pelaminan dan upacara adat berlangsung.
Sebuah tangga menghubungkan lantai atas dan bawah. Lantai atas berfungsi sebagai ruang kamar bagi keluarga Raja, yang masih digunakan hingga raja ke-12.
Menurut Gusti Dadang Kabri (43), anak dari Gusti Ismail (Raja Tayan ke-13), keraton Pakunegara Kesuma memiliki luas lokasi 2 hektar. Lokasi tersebut termasuk untuk sebuah masjid yang berdiri tak jauh dari keraton, di sisi kanan jalan.
Kamar yang ada di keraton saat ini berjumlah 3 ruangan. Yang dihuni oleh 2 kepala keluarga (KK), masih kerabat raja sendiri. “25 tahun lalu masih banyak keluarga yang tinggal di keraton,” ujar Gusti Dadang. Sebanyak 8 KK yang ada saat itu, akan tetapi secara perlahan mereka membangun rumah sendiri dan ada yang berpindah ke Pontianak dan Sanggau.
Gusti Dadang mengatakan bahwa fisik bangunan yang ada hingga saat ini tidak pernah dirubah. “Dari dulu sampai sekarang, keraton ini ya seperti ini,” ujar Gusti Dadang. Sebagian lantai keraton yang terbuat dari kayu belian bahkan sudah kelihatan berlubang.

Peninggalan Keraton
Sebuah ruang kamar dengan tirai kuning dijadikan tempat untuk menyimpan benda-benda peninggalan Keraton Pakunegara Kesuma. Ruang yang berukuran sekitar 4x4 meter tersebut hanya berisi sebuah lemari kayu yang sudah tua.
Di atas lemari tersebut ada sebuah lemari kecil yang ditutup dengan kain kuning. Menurut Gusti Dadang, isi lemari tersebut adalah laras senapang yang dkeramatkan. Gusti Dadang pun komat-kamit sebentar, membacakan sesuatu secara perlahan. Tirai pun dibuka secara perlahan dan membuka laras yang masih dibungkus dengan kain kuning pula. Secara perlahan Gusti Dadang mengambil laras tersebut. “Jangan disentuh,” ujar Gusti Dadang yang tampak memegang beban sangat berat ketika mengangkat laras senapang tersebut.
Benda tersebut merupakan peninggalan sejarah yang diberikan Gusti Mohammad Ali (Raja ke-10). Menurut Gusti Dadang, berdasarkan cerita yang didengarnya. Laras sepang tersebut sudah berada di keraton sejak 1683.
Benda peninggalan keraton lainnya berupa koin dan uang kertas, perisai perang dari tembaga, bokor dan tempat menyimpan peralatan untuk menyirih, kopiah, keramik antik, gong, kain penutup keranda untuk raja yang mangkat, alat mendulang emas, dan baju raja.
Gusti Dadang memberitahu bahwa laras sepang tersebut ada sepasang. Menurutnya, laras yang besar menunjukkan laras senapang laki-laki yang bernama Raden Jimadin. Sedangkan yang kecil merupakan laras senapang perempuan yang bernama Raden Ayu.
Kedua laras senapang tersebut selalu dimandikan setiap 1 Muharam. “Masyarakat biasanya mengambil air bekas memandikan laras senapang tersebut,” ujar Gusti Dadang. Air yang diambil digunakan untuk menyiram tanaman agar subur, siram benih, dan ada yang digunakan sebagai minuman.
Masyarakat sekitar juga ada yang percaya bahwa air bekas pemandian tersebut dapat pula menjadi obat untuk penyakit cacar, diare, dan lainnya.
Cara memandikan laras senapang tersebut, ujar Gusti Dadang, dengan memasukkan air dari mulut laras. Sebuah lubang kecil di bagian pangkalnya merupakan tempat keluarnya air bekas memandikan laras.
Menurut Gusti Dadang, air yang keluar dari lubang kecil tersebut akan berhenti dengan sendirinya sebagai tanda acara mandi sudah selesai. “Padahal air untuk memandikan dimasukkan terus,” ujar Gusti Dadang.
Cerita penemuan kedua laras senapang tersebut pun tak kalah misterusnya. Sebuah penemuan peninggalan sejarah yang cukup unik. Gusti Dadang menceritakan bila kedua laras tersebut ditemukan oleh seorang nelayan ketika sedang memancing.
Laras tersebut ditemukan di kampung Labai dalam posisi timbul dipermukaan sungai dalam jumlah yang banyak. “Akan tetapi hanya bisa diambil dengan cara dipancing,” ujar Gusti Dadang. Hasil pancingan yang diperoleh pun hanya dua buah.
Malam hari setelah mendapatkan laras tersebut. Nelayan tersebut pun mendapatkan mimpi, dimana ada orang tua yang ingin agar laras tersebut dibawa ke keraton. Nelayan tersebut pun membawa laras senapang ke keraton.
Gusti Dadang memberitahu bahwa upacara 1 Muharam yang dilakukan oleh leluhur pada dulunya dengan mengelilingi kota Tayan. “Menggunakan bandong membawa laras tersebut,” ujar Gusti Dadang. Setelah itu diadakan perang ketupat.

Raja Penerus
Gusti Dadang dan Gusti Baliah, merupakan anak dari Gusti Ismail. Tampuk kepemimpinan seharusnya secara otomatis menjadi hak salah satu diantara mereka. Akan tetapi, dengan rendah hati mereka berujar bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan dan kerajaan Tayan berada di dalamnya. “Gelar merupakan garis yang bisa berlaku ketika Indonesia belum merdeka,” ujar Gusti Dadang.
Ketika ditanya apakah ada proses pemilihan yang dilangsungkan untuk memilih raja, Gusti Baliah tersenyum kecil. “Mungkin masih 20 puluh tahun ke depan,” ujarnya. menurutnya tidak mudah mencari figur yang diinginkan untuk menjadi seorang raja.
Proses pemilihan pun tidak hanya dilakukan oleh satu keluarga saja. “Perlu rapat keluarga besar,” ujar Gusti Baliah. Rapat ini untuk menentukan calon dan menentukan raja sesuai dengan figur yang diinginkan.
Gusti Barliah memberitahu bila keluarga besar dikumpulkan, tidak hanya dari Tayan saja. Akan tetapi harus dirunut lagi garis keturunan yang masih ada.
Keinginan Gusti Barliah saat ini pun tidak muluk-muluk. Menurutnya, negara kita merupakan negara yang merdeka. “Kita hanya perlu menunggu dan menjaga budaya serta peninggalannya,” ujar Gusti Barliah.

1 komentar :

Anonim mengatakan...

Dear Sir;

Quite interesting to see this information about the Tayan principality.I am just trying to get more information on tayan princilality and who is the present chief of the dynasty.
I hope you can help me.I have some good documentation aboutb the Kerajaan Tayan from Dutch Government archives in our possesion.

Thank you for your reaction.
F.i. I have the daftar Raja2 Tayan.

Hormat saya:
DP Tick gRMK
secretary Pusat Dokumentasi Kerajaan2 di Indonesia "Pusaka"
Vlaardingen/Holland
www.royaltimor.com
pusaka.tick@tiscali.nl

P.S.:If you can send me your e-mail/adress,then I can send you some information about kerajaan Tayan.urcrsh