a traveler, a backpacker, food lover

Jumat, 08 April 2011

Tut....Tut....Tut....(Keretaku Malang, Keretaku Sayang)....

Tidak ada komentar :

Stasiun kereta api Lempuyangan, Yogyakarta, Kamis (4/3), sekitar pukul 20.00 wib, dipenuhi penumpang yang akan menuju Jakarta menggunakan kereta Gaya Baru Selatan. Kereta ekonomi untuk masyarakat kalangan bawah ini, murah. Tiketnya bertarif Rp. 26.000. Mungkin disebabkan harganya yang murah, peminat kereta ini tidaklah sedikit. Sampai-sampai, penumpang harus rela duduk di lantai.

Satu di antara penumpang yang melantai adalah saya. Sambil berusaha ramah bercakap ngarol-ngidul dengan penumpang yang duduk di samping, saya merasakan sedikit goyangan pada kereta, yang menandakan masinis mulai menyalakan mesin kereta api. Satu dari dua petugas yang berdiri dan menjaga di sisi kereta, memberi tanda berupa nyala senter kepada masinis. Tak lama, peluit dibunyikan. Ular besi itupun mulai merayap di rel, dengan bunyi mengernyit.

Kenyamanan menggunakan transportasi di Indonesia, sulit didapatkan. Contohnya, pengalaman saya bepergian menggunakan kereta api 'sejuta umat' seperti Gaya Baru Selatan. Penuh ujian kesabaran dan musti menahan amarah. Selama meliuk-liuk menempuh perjalanan ke tujuan, 'penguasa' ular besi yang terdiri atas pedagang makanan, buah-buahan, hingga asesoris, melancarkan aksinya. Jumlah mereka tidaklah sedikit. Mencapai ratusan orang, mulai perjalanan dari Yogyakarta hingga Jakarta.

Ramainya jumlah pedagang sebanding dengan keriuhan menawarkan dagangan. Sahutan seperti yang anget....yang anget....atau, mie-nya mas....atau, jahe, suhu, aqua, kopi pi kopi....atau, yang makan yang makan....nasi rames, telur, ayam....masih anget, mas....(yang entah dimana mereka 'anget'kan padahal selalu di dalam gerbong selama perjalanan), selalu memenuhi gendang telinga hingga saya susah memejamkan mata.

Belum lagi, para pedagang itu lalu lalang dari gerbong pertama menuju gerbong akhir, tanpa melihat langkah kaki mereka. Penumpang yang sudah terlelap, bisa terbangun karena terinjak atau terkena bakul dagangan. Hal seperti itu saya alami berkali-kali. Karena letak duduk saya berada di pembatas antar gerbong, baju yang saya kenakan penuh dengan cap debu sandal pedagang.

Padahal, saya membayangkan bisa menikmati perjalanan ke Jakarta menggunakan kereta ekonomi dengan santai. Gerbong hanya terisi penumpang yang bisa beristirahat tenang tanpa gangguan pedagang. Kalaupun ada yangg lapar atau haus, penumpang hanya memesan pada petugas kereta yang resmi sehingga lebih teratur. Sedapnya....(tanpa bermaksud untuk menyepelekan masalah kemiskinan di Indonesia dan susahnya mencari pekerjaan bagi masyarakat)

Hal lain yang juga mengesalkan adalah, banyaknya pedagang yang membuang sampah dengan santainya. Ketika ada penumpang yang membeli minuman kopi atau susu panas, bungkusan sachet terlihat bertebaran di dalam gerbong. Seharusnya, pedagang membawa kresek (kantong plastik) untuk menyimpan bungkus sachet yang mereka gunting. Kalau sudah tak bisa menampung bungkus sachet, kresek tersebut bisa dikumpulkan di bagian belakang gerbong, untuk selanjutnya dimusnahkan atau di daur ulang lagi. Kesadaran seperti itu harus disampaikan oleh manajemen kereta api kepada para pedagang. Agar, kereta api selalu terjaga bersih dan awet untuk digunakan. Tapi, masihkah ada kesadaran itu????....

Ah, keretaku malang, keretaku sayang....Sudah penat ia menahan beban dan tumpukan sampah. Padahal, kalau sarana transportasi kereta api kita rapi dan bersih, pasti akan sangat nyaman sekali selama perjalanan. Apalagi kalau diselingi dengan nyanyian :

naik kereta api....tut....tut....tut....

siapa hendak turut

ke bandung, surabaya

bolehlah naik dengan percuma

ayo temanku lekas naik

keretaku tak berhenti lama

cepat keretaku jalan....tut....tut....tut....

banyak penumpang turut

keretaku sudah penat

karena beban terlalu berat

di sinilah ada stasiun

penumpang semua turun

*****

Tidak ada komentar :