Minggu, 03 April 2011
Sendratari Topeng Korea
Jangan pernah meremehkan kebudayaan!! Pesan inilah yang ingin disampaikan Negara Korea, yang membelalakkan mata negara Asia lainnya dengan menjadi tuan rumah perhelatan olah raga dunia Olimpiade tahun 1988 dan Piala Dunia 2002, bersama dengan Jepang. Negara yang berpenduduk 47.640.000 jiwa di akhir tahun 2002 ini, seakan melepaskan julukan tradisional “Kerajaan Kaum Pertapa” menjadi kerajaan yang maju dalam bidang teknologi, ekonomi, pendidikan tanpa mengesampingkan kebudayaan yang mereka miliki dan keindahan alam sebagai daya jual dalam menarik wisatawan untuk berkunjung ke negara yang berada di wilayah Asia Timur ini. Satu contoh yang unik dan menarik dalam bidang kesenian (kebudayaan) yang ada di Korea adalah tarian tradisional yang dikenal sebagai sendratari topeng.
Sejarah
Topeng dan tari topeng Korea berkembang di awal pra-sejarah, sedangkan sendratari topeng berkembang bersama masyarakat Choson (1392-1910) di bawah pimpinan Yi Song-gye yang dikenal sebagai raja T’aejo, yang memindahkan ibukota dari Song-ak (sekarang Kaesong) ke Hangyang (sekarang Seoul) pada tahun 1394. Tari tradisional Korea mengalami kemunduran selama masa kolonial Jepang, kemajuan industri dan urbanisasi rakyat Korea sampai tahun 1970-an. Di tahun 1980-an, rakyat Korea mulai menghidupkan kembali tarian ini. Dari 56 tarian asli, hanya beberapa tarian yang diketahui saat ini termasuk Cheoyongmu dari Dinasti Silla, Hakchum (tari burung bangau) dari Dinasti Goryeo dan Chunaengjeon (tari nyanyian kerajaan di musim semi) dari Dinasti Joseon.
Nama tradisional
Sendratari topeng mempunyai banyak jenis nama tradisional di Korea. Talchum, Sandae-nori, Ogwangdae-nori, Yayu dan Pyolshin-gut-nori, merupakan nama-nama sendratari topeng yang dipakai di wilayah yang berbeda. Seperti contoh, Sandae-nori adalah nama yang dipergunakan di Propinsi Kyonggi, tempat Seoul berada. Di bagian utara dari Korea dikenal Talchum. Di bagian selatan Korea orang menggunakan nama Yayu. Saat ini terdapat 14 sendratari topeng yang masih dipertunjukan.
Amilcar Cabral dalam pidato konfrensi Unesco di Paris, 3 – 7 Juli 1972 menyatakan “budaya berfungsi sebagai identitas dan kedalaman sebuah masyarakat untuk membuka persfektif-persfektif baru yang mengandung isi dan bentuk ekspresi menjadi instrumen informasi dan politik yang kuat bukan hanya untuk merebut kemerdekaan, namun juga dalam usaha yang lebih besar untuk menciptakan kemajuan”. Pernyataan di atas tercermin dalam kebudayaan Korea yang diwakili oleh sendratari topeng yang memadukan unsur musik, tari, cerita dan topeng.
Bahan topeng
Topeng sebagai ekspresi emosi, pandangan dan pemberontakan terhadap realita kehidupan mengenai status sosial dan kemerosotan akhlak masyarakat, sebagai kontradiksi antara tradisi dan modernisasi dalam melakukan refleksi diri yang mencerminkan optimisme, kreatifitas dan kebijaksanaan masyarakat Korea untuk menciptakan kehidupan harmonis dalam kehidupan sosial dan membentuk masyarakat yang kokoh dan bersatu padu dalam membangun bangsa.
Topeng yang dipergunakan dalam sendratari topeng dibuat dari kertas, kayu, kundur dan bulu binatang. Topeng dalam bahasa Korea disebut “T’al”, memiliki nama tradisonal lain seperti : Komyen, Kwangdae, Ch’orani, T’albak dan T’albagaji. Topeng tradisional terdiri atas topeng religius dan topeng artistik. Beberapa topeng religius melambangkan kesucian yang digunakan dalam sendratari topeng mengenai upacara persembahan pada kuil dan pengusiran roh-roh jahat, termasuk Pangsangshi yang sampai saat ini sering dilihat di awal prosesi pemakaman untuk mendoakan almarhum terhindar dari serangan jahat roh-roh bumi. Topeng artistik sering digunakan untuk sendratari topeng yang juga mempunyai fungsi religius.
Topeng Korea berbentuk padat, tetapi beberapa bagian dapat bergerak seperti bola mata pada topeng Pangsangshi, mulut dari topeng macan dan kedipan mata dari beberapa topeng. Topeng tidak hanya menggolongkan bagian yang diperankan tetapi juga menunjukan struktur tulang, tipe wajah Korea. Merah, hitam, putih dan warna dasar lain yang digunakan memudahkan pencirian karakter dari topeng. Warna tersebut juga menunjukkan karakter dari segi umur dan jenis kelamin. Topeng yang menampilkan orang tua adalah hitam, pria muda dengan warna merah dan wanita muda adalah putih. Secara tradisional, warna hitam sebagai simbol utara dan musim dingin, warna merah sebagai simbol selatan dan musim panas. Tari topeng dipertunjukan pada hari libur utama seperti tahun baru, hari ulang tahun Budha, Festival Tano dan Chusok juga dipertunjukan saat pesta negara, ritual memohon hujan dan ritual adat lainnya.
Tempat pertunjukkan
Secara tradisional, sendratari topeng Korea selalu dipertunjukkan di lapangan terbuka. Selama periode Koryo dan Choson, sendratari topeng dipertunjukan dengan improvisasi panggung yang dinamai Sandae atau di atas tempat yang tinggi sehingga para penonton yang duduk di bawah dapat melihat dengan jelas. Area berlayar yang digunakan sebagai ruang ganti berada di bagian kiri panggung dan para musisi duduk di sebelah kanan panggung. Tarian yang lincah diiringi oleh musik yang penuh semangat dari 3 alat gesek dan 6 alat musik tiup serta instrumen perkusi menjadi bagian utama dari sendratari topeng, yang akan terhenti melalui isyarat tangan pemain yang telah disepakati. Beberapa bagian tidak memiliki dialog tetapi dilakukan dengan pantomin. Para pemain sendratari topeng memiliki kelebihan dalam mengenakan topeng dan menyampaikan karakter mereka secara dramatis.
Seperti yang dituliskan Gustavo Gutierrez dalam bukunya : Theologie de le Liberation Perspective (1974), ‘membangun suatu masyarakat adil saat ini berarti keharusan untuk secara sadar dan aktif terlibat dalam perjuangan kelas yang terjadi nyata di depan mata kita”. Korea salah satu contoh dengan sendratari topengnya, membangun kehidupan sosial yang kokoh dengan melakukan refleksi diri sebagai ciri dan karakter dalam kehidupan tradisional maupun modern secara bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat membangun bangsa dengan melestarikan karya seni tradisional yang berfungsi sebagai pemersatu bangsa juga aset bagi bangsa Korea untuk menarik wisatawan mancanegara berkunjung dan menikmati keindahan alam yang dimiliki Korea, sekaligus mendatangkan devisa negara untuk membantu perekonomian bangsa.
Penulis, dari berbagai sumber….Foto : wikipedia
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar