Kamis, 24 Maret 2011
Ophiuchus, Zodiak Baru ke-13
Bila selama ini kita hanya mengenal 12 zodiak yang melingkupi tanda kelahiran kita, maka sekarang tidak lagi. Ada rasi bintang baru yang ditambahkan dalam daftar zodiak kita, yakni Ophiuchus, yang sekaligus menambah jumlah zodiak menjadi 13.
Penambahan jumlah zodiak ini disampaikan astronom Parke Kunkle pada stasiun berita NBC, Rabu (12/1) lalu. Menurutnya, pelurusan bumi berubah dalam 3.000 tahun terakhir. Hal ini mendorong pertimbangan adanya zodiak baru yang masuk ke dalam zodiak standar.
Beberapa astronom percaya ada tanda Zodiac yang disebut Ophiuchus, yang jatuh antara Scorpio dan Sagitarius. Ophiuchus juga dikenal sebagai Serpentarius, pemegang ular atau naga.
Tanda zodiak ke-13, tidak seperti 12 tanda-tanda lain. Zodiak ini digambarkan dengan orang yang nyata. Pada abad 27 SM di Mesir Kuno tinggal seorang pria yang dikenal sebagai Imhotep. Orang Yunani kuno lebih mengenal Imphotep sebagai 'Aesclepius'. Ciri-ciri yang sama dengan nama yang berbeda.
Salah satu kemampuan Imhotep adalah penyembuhan. Berdasarkan cerita legenda, dialah yang memperkenalkan cara penyembuhan penyakit kepada umat manusia. Pengetahuannya tentang obat-obatan sangat luas. Bahkan, ia dikenal sebagai seorang yang ahli dalam meramu obat. Simbol ular yang masih digunakan hingga saat ini untuk melambangkan profesi medis, juga digunakan untuk mewakili Imhotep.
Uraian berikut ini adalah berkaitan dengan zodiak baru, Ophiuchus : banyak orang yang iri akan kesuksesan yang dicapainya sepanjang hidup, seorang pencari kebijaksanaan dan pengetahuan, dicemburui banyak orang, suka berkelana, flamboyan dalam berpakaian, menyukai warna-warna cerah, selalu diotoritaskan dalam segala hal, lebih condong berkerja sebagai arsitek besar atau pembangun, nomor 12 menandakan nomor keberuntungan orang yang dinaungi zodiak ini, kebanyakan orang yang lahir dalam zodiak ini memiliki keluarga besar, tapi meninggalkan rumah pada usia dini.
Berdasarkan zodiak yang sudah direvisi, tanggal beserta zodiak berikut akan berlaku:
Capricorn (Januari. 20 - Februari. 16)
Aquarius (Februari. 16 - Maret 11)
Pisces (Maret 11- April 18)
Aries (April 18- Mei 13)
Taurus (Mei 13- Juni 21)
Gemini (Juni 21- Juli 20)
Cancer (Juli 20- Agustus 10)
Leo (Agustus. 10- September. 16)
Virgo (September. 16- Oktober. 30)
Libra (Oktober. 30- November. 23)
Scorpio (November. 23- November. 29)
Ophiuchus (November. 29- Desember. 17)
Sagitarius (Desember. 17- Januari. 20)
Nah, apakah zodiak Anda saat ini????
Sumber foto : optcorp.com
Refreshing? ke Pasar Malam Saja
Semua orang, baik di pedesaan maupun di perkotaan, butuh hiburan untuk melepas penat dan kejenuhan akan rutinitas kerja sehari-hari. Apapun hiburannya, pasti akan membantu melemaskan syaraf-syaraf yang tegang akibat lelah. Tergantung bagaimana setiap individu menikmati hiburan tersebut.
Bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan, mungkin banyak pilihan untuk memilih hiburan. Asal, menyiapkan banyak dana di dompet. Namun, bagi masyarakat di pedesaan, tak banyak hiburan yang bisa dipilih. Nongkrong di warung kopi, nonton panggung hiburan dangdutan acara pernikahan, atau berbondong-bondong ke pasar malam yang tak terjadwalkan.
Nah, hiburan yang bisa saya nikmati sebagai warga desa di Bengkayang pada Sabtu (15/1) malam, adalah pasar malam. Bersama tiga orang teman dan dana yang terbatas, hiburan rakyat itu dinikmati dengan sekantong gorengan dan kamera pocket pinjaman. Pasar malam yang dihelat di halaman kompi 641 Bengkayang, berisi bermacam permainan dan stan yang menjual aneka pernak-pernik. Permainan andalan yang ditawarkan penyelenggara pasar malam antara lain tong edan, rumah hantu, komedi putar, dan kereta api naga.
Rumah hantu menjadi incaran kami untuk menguji nyali. Suara mengerikan berupa ringkikan tawa yang biasanya diperdengarkan mahluk halus, sudah menggema dari corong pengeras suara. Antrean panjang pengunjung yang ingin menikmati kengerian di rumah hantu, sudah tampak di pintu masuk. Robekan karcis seharga 5.000 di tangan petugas jaga pintu masuk, menertibkan pengunjung dalam bentuk barisan memanjang. Dag dig dug jantung semakin kencang saat mendengar teriakan ngeri para pengunjung yang sedang berada di dalam rumah hantu. Bunyi-bunyian seng dan kawat yang dipukul, semakin memacu adrenalin untuk segera mengetahui seseram apakah hantu yang ada di dalam rumah buatan itu.
Giliran kamipun tiba. Usai melewati pintu masuk, kami harus menaiki anak tangga kayu dengan cahaya seadanya. Dinding triplek, susunan seng tak beraturan, lampu yang remang-remang, alunan musik yang menyeramkan, dan teriakan histeris kaget pengunjung, menjadi back sound musik melangkahkan kaki memasuki rumah hantu. Setelah menuruni anak tangga di ujung koridor ruangan, suasana semakin mencekam. Gelap mendominasi ruangan. Sesosok tubuh tampak berdiri di dinding triplek dalam gelap. Dalam hati sudah bertanya, apakah sosok itu hantu?.... Perlahan, kami melangkahkan kaki. Kamera pocket di tangan saya, sudah dalam kondisi siap dijepret, mengabadikan momen ngeri di rumah hantu. Langkah semakin dekat pada sosok itu. Kepala sosok bertubuh kurus tampak sedikit bergerak kea rah kami. Dan....jepret, lampu kamera menyala di ruang gelap. Sosok berdiri terlihat wujudnya. Ternyata, bukan sosok itu hantunya. Ia memberitahu arah yang harus kami tuju selanjutnya. Sialan, kami sudah bergidik ngeri, eh, ternyata bukan hantu.
Perasaan takut akhirnya harus ditahan sejenak. Lorong gelap itu buntu dan berbelok ke kiri. Sosok yang kami temui tadi mengatakan hantu berada di dalam ruangan gelap tepat saat kami belok kiri. Detak jantung semakin kencang. Bunyi jendela dari kawat berbunyi keras. Dinding triplek juga terdengar dipukul tangan. Perlahan, saat kaki sudah di depan ruangan yang diberitahukan, kami mengarahkan kepala ke samping kiri. Ada sesosok tubuh berbungkus kain putih. Sosok yang menyerupai pocong. Nafas kami tertahan. Sosok itu mendekat perlahan. Kami merasakan ketakutan. Suasana ngeri dengan ruangan penuh teriakan. Dan...."foto.... foto....," anak yang menjadi tokoh hantu dalam rumah itu, minta difoto. Saya dan teman, terdiam. Kami terheran dan geleng-geleng kepala dalam cahaya remang. Niat hati merasakan kengerian godaan mahluk halus, tak tercapai. Ternyata, anak yang menjadi tokoh hantu itu banci foto. Bahkan, tokoh hantu di ruang lain juga terkontaminasi minta difoto juga. Setelah kilau jepretan kamera menerangi ruangan, wajah tokoh hantu tidak mengerikan sama sekali.
Meski tak bisa merasakan sensasi kengerian yang amat sangat di rumah hantu, kami menikmati suasana pasar malam. Permainan lempar gelang menjadi incaran berikutnya. Modal 1.000 perak, kami bisa mencoba peruntungan empat gelang untuk dilemparkan pada kaleng minuman. Setelah lima kali menukar uang dengan gelang rotan, kami mencoba melempar satu persatu. Setelah dicoba, akhirnya ada satu gelang yang tertambat pada kaleng minuman. Lumayanlah, daripada tidak dapat apa-apa. Setelah berkeliling pasar malam, kamipun memutuskan pulang. Perut lapar dan rencana nungkrung di warung kopi sudah tertera dalam agenda mengisi hiburan kami. Meski sederhana dan murah meriah, acara hiburan ini bisa menghilangkan sedikit stress yang mendera. Oh iya, pasar malamnya masih berlangsung. Silakan datang untuk mencobanya. Siapa tahu Anda bisa rileks dan kembali segar untuk menjalani rutinitas Anda.
Rabu, 23 Maret 2011
Lelong dan Pembinaan Jalan Di Hadapan
Wilayah perbatasan. Entah mengapa, selalu menarik untuk dikunjungi. Selama ini ada dua wilayah perbatasan di Kalimantan Barat yang sudah pernah saya jajal. Yakni, pintu lintas batas di Entikong yang ada di Kabupaten Sanggau, dan gerbang Aruk-Sajingan yang ada di Kabupaten Sambas. Kali ini, saya bersama Fero, saudara sepupu, berencana menjajal perjalanan darat ke wilayah perbatasan Republik Indonesia-Malaysia di Jagoi Babang di Kabupaten Bengkayang, menggunakan sepeda motor.
Jagoi Babang merupakan daerah Indonesia yang berbatasan langsung dengan Serikin, Malaysia. Desa ini terletak di Kecamatan Seluas. Jarak tempuh dari Seluas menuju Jagoi Babang sekitar 20 kilometer. Bila kita melanjutkan perjalanan sekitar lima kilometer lagi, akan sampai di Serikin. Berdasarkan informasi yang saya dengar dari teman yang pernah pergi ke sana, banyak orang sekitar Bengkayang-Sambas yang mengangkut hasil kebunnya untuk dijual ke Serikin.
Penasaran akan kabar itu dan ingin melihat secara langsung, kami tancap gas usai sepupu saya pulang dari kantor, sekitar pukul 11.00 WIB. Kondisi jalan yang ditempuh bisa dikatakan dalam kondisi bagus. Selama perjalanan, beberapa kali kami singgah di warung kopi sekadar mampir melepas lelah. Mengingat rute perjalanan yang harus kami tempuh adalah Bengkayang-Ledo-Sanggau Ledo-Seluas-Jagoi Babang-Serikin. Semua jarak tempuh menghabiskan waktu sekitar 4 jam.
Tiba di Sanggau Ledo, kami mampir di satu tempat yang menjual lelong (baju bekas yang berasal dari Malaysia, Singapura, Cina, dan Korea). Kebetulan, Fero mencari jaket kulit. Meski lelong, jika kita teliti dan sabar dalam memilih, biasanya akan menemukan baju atau celana dengan merk terkenal seperti Levi's atau Nike. Tentunya, dengan harga yang amat sangat miring. Kisaran harga untuk lelong sekitar 10 ribu hingga 30 ribu. Jika kualitas A (masih terlihat baru dan bagus), paling mahal berkisar 50 ribu sampai 100 ribu.
Menurut Ibu Sri, penjual lelong, ia sudah membuka usahanya ditempat itu selama 15 tahun. Barang-barang ia beli per karung dari rekan bisnisnya yang ada di Serikin. Berapa rupiah yang dikeluarkan untuk mendapatkan baju lelong sebanyak satu karung, Bu Sri enggan memberitahu. Rahasia bisnis, ujarnya. Cuaca tiba-tiba hujan. Kami semakin giat mencari baju. Sepupu saya bilang "Intan biasanya ditemukan di antara kotoran", yang berarti, pasti ada baju yang bagus dari tumpukan baju bekas yang menggunung.
Puas mengubek-ubek kotak lelong, sepupu saya akhirnya mendapatkan kaos bertuliskan Reebok seharga 10 ribu. Tak dapat jaket, baju kaos pun jadi. Sedangkan saya, tidak dapat satupun. Mengingat hanya mengantarkan sepupu yang bernafsu mencari jaket kulit. Meski pencarian lelong sudah selesai, hujan masih belum reda. Rintik memang, tapi bisa mandi hujan. Padahal, jarak tempuh masih sekitar 1,5 jam lagi dan waktu sudah pukul 15.00 WIB. Kami berembug, tetap melanjutkan perjalanan dan hanya sampai Seluas saja. Karena, kami harus kembali lagi ke Bengkayang.
Aspal yang basah dan pemandangan hijau di sepanjang jalan, membuat kami berdecak kagum akan indahnya Indonesia. Gambar diri diabadikan menggunakan kamera yang sudah disiapkan. Namun, sekitar empat kilometer memasuki pasar Seluas, ada pemandangan yang menarik perhatian kami. Pemandangan berupa tulisan pada papan di pinggir jalan rusak yang diperbaiki. Tulisan berukuran besar yang bisa dibaca setiap pengguna jalan yang lewat. "PEMBINAAN JALAN DI HADAPAN".
Berdasarkan pengetahuan saya, tulisan peringatan tersebut menggunakan ejaan Malaysia yang berarti "Ada perbaikan jalan di depan". Benak saya penuh pertanyaan membaca tulisan itu.
1. Wilayah Malaysia masih sekitar sembilan kilometer lagi. Tapi, kok, ada warning bertuliskan ejaan Malaysia di tanah yang masih termasuk dalam kawasan Indonesia?
2. Apakah pemborong yang dapat kontrak tersebut orang Malaysia? Atau pekerja yang memperbaiki jalannya yang diambil dari Malaysia?
3. Jika pertanyaan kedua memang benar, apakah tidak ada pemborong dan pekerja asal Indonesia yang bisa menyelesaikan kerusakan jalan di 'rumahnya' sendiri?
4. Jika pertanyaan kedua dan ketiga benar, berapa duit yang dihabiskan untuk perbaikan jalan itu jika menggunakan Ringgit dalam membeli semen, batu, dan membayar pekerja jalan?
Waduh, kalau sudah begitu, alamat bahaya. Bisa-bisa, Malaysia kembali mengklaim daerah Seluas sebagai bagian dari daerahnya. Pekan ini saja, tersiar kabar jika Malaysia mengklaim Pulau Sumatera. Mau jadi apa Indonesia jika 'beranda rumahnya' secara perlahan mulai 'dicengkeram' oleh negara tetangga?
Selasa, 22 Maret 2011
Hari Seorang Lelaki
04.00 WIB
Ia terusik dari tidurnya, bangun. Mengucek mata perlahan, beranjak dari peraduannya menuju dapur. Secentong air diusapkan mencuci wajahnya. Setelah itu, ia mengasah pisau torehnya.
04.10 WIB
Kokok ayam mengiringi langkah. Tubuhnya tanpa jaket, menggigil. Menahan tamparan dingin angin. Kakinya berirama cepat menuju kebun karet.
04.30 WIB
Orang-orang masih terlelap, saat pisau menggores pohon karet pertamanya. Tangannya seolah mengukir karya indah berbentuk melingkar, di kulit luar pohon itu. Hasil karyanya seputih susu, ia tampung dengan cepat. Tapaknya berpindah dari satu pohon ke pohon lain. Hanya diam dan kabut pagi, menjadi temannya.
08.00 WIB
Sang istri mematut diri di depan cermin. Memoles bedak di pipi dan menyaput gincu di bibir. Rambutnya tersisir rapi. Tubuhnya penuh aroma parfum, pewangi diri.
Ia menuju rumah, dengan sekeping cetakan karet di pundak.
08.30 WIB
Istrinya mengambil sandal bagus yang tersimpan di lemari.
Ia menghapus keringat dengan baju seperti kain perca.
Istrinya menyeruput kopi dan roti kudapannya.
Ia mempercepat langkah, menahan lapar dan dahaga.
09.00 WIB
Istrinya tersenyum senang melihat suami datang.
Ia terdiam memandang istri sudah cantik jelita.
Penuh bahagia istri menunggu angkutan umum. Ke pasar, menjual karet hasil kebun mereka.
Ia menyeruput kopi yang dibuatnya. Merebus mi, mengisi perutnya.
Angkutan berhenti di depan rumah. Mengangkut karet dan istri tercinta.
Ia mengambil cangkul dan merelakan pundaknya. Bergegas, menuju sawah yang sudah menantinya.
10.40 WIB
Segepok duit di tangan istri. Belanja sekarang inginnya. Baju, tas, sandal, sepatu, menjadi incarannya.
Ayunan cangkulnya menghujam tanah. Diintip terik penuh amarah, cucuran peluh, dan wajah memerah.
13.30 WIB
Istri tiba di rumah. Membongkar belanja bawaannya, mengisi lemari bajunya. Setelah selesai, istri masak menu makan siangnya. Dihibur gosip murahan, istri menyantap makanan dengan lahapnya. Usai makan siangnya, istri rebah memanja mata.
Ia masih mencangkul sawahnya.
18.20 WIB
Istri menonton sinetron dengan anaknya.
Ia tiba di rumah penuh lelah.
Istri menyambut dingin kedatangan suaminya. Mengambil roti camilan nontonnya dan berkata : aku tak membeli apa-apa.
Ia diam. Membersihkan diri dan menghapus laparnya.
19.05
Istri tertawa ceria menonton program hiburan televisi.
Ia menyeret langkah dengan pelan menuju tempat tidur, melepas penatnya.
Senin, 21 Maret 2011
Ibu
Aku memandangnya
Wajah lelah, senyum pasrah, terbaring lunglai di alas tidurnya. Kedua tangannya mengapit sebuah Injil di dada. Berharap kekuatan menjalani sisa hidupnya. Keriput kulitnya dimakan tua. Menonjolkan urat-urat di sekujur tubuhnya.
Ruangan itu sunyi, hanya embusan nafas yang bermain di sana
Tangan kanannya bergerak ke samping, jatuh di alas kasur putih, dekat besi tepian ranjang. Kulirik wajahnya. Matanya terpejam dengan alunan nafas kedamaian.
Air putih di gelas dengan tutup dan alas sewarna, di atas meja, samping tempat tidurnya
Kini rambutnya memutih, seputih hatinya, polos tanpa dosa. Nyamuk kecil mengusik tidurnya, yang kutepis tanpa suara.
Piring kosong bekas makan malamnya, menemani gelas di atas meja
Kugenggam tangan kanannya, pelan. Menyalurkan kasih yang selalu diberinya. Kuusap tangan itu dengan pipiku, merasakan lembut cintanya. Kucium punggung tangan itu, menghirup aroma sayang yang dicurahkan seumur hidupnya.
Kantung infus menggantung di samping kiri tempat tidurnya
“Jangan menyerah, nak,” ujarnya selalu, saat aku sedang rapuh dan kecewa. Tangannya lalu merengkuhku dalam dekapan dadanya. Perlahan ia mengusap rambutku dan menghapus sisa air mata dengan tangannya.
Rangkaian bunga turut menyemarakkan meja
Sembilan bulan sepuluh hari aku berbagi nyawa dengannya. Makan apa yang dimakannya. Minum apa yang diminumnya. Ia tak pernah mengeluh, meski aku menjadi parasitnya. Bahkan, aku selalu dijaganya dan memberikan apa yang selalu kupinta.
Kalung dengan bandul salib menghiasi lehernya
Ia bertaruh dengan nyawa, saat aku meminta keluar dengan paksa. Ia kehabisan tenaga, saat aku menghirup aroma dunia. Peluh menjadi air mandinya, saat tangisku menunjukkan aku ada.
Cairan infus mengalir pelan ke jarum yang menyatu dengan lengannya
Mulutku berada di buah dadanya. Menghisap dengan rakus air tubuhnya. Mengambil sari kelenjar mamae, sambil dipeluknya. Tak pernah terlontar kata jera, walau mengering tubuhnya. “Cepat besar, nak,” ujarnya, penuh hangat dan cinta.
Aku masih memandanginya
Duduk di bangku kayu, persis di samping pembaringannya. Berjaga, agar tak ada yang mengusik tidurnya. Setetes kristal bening, menyapa tangannya. “Aku anakmu, ibu,” mulutku berkata, berharap ia tak lupa. Dan malam, menangis sedih di luar sana.
Dia Melamarku
Pukul 02.10 WIB.
Mataku terpejam.
Lampu ruangan nan temaram bertambah romantis dengan iringan lagu "if you're not the one" Daniel Bedingfield.
Meja bulat dengan aroma wangi bunga mawar dari vas bunga di tengah meja, berjejer dengan gelas piala berkaki jenjang.
Perlahan, tangan Darl meraih kedua tanganku.
Mengenggam dan mengelus lembut ibu jarinya di punggung tanganku.
Dengan mata tertutup, aku merasa mata Darl menatap ke arahku, seraya tersenyum manis.
Dadaku semakin bergemuruh penuh debar.
"Ren, maukah kau menikah denganku?" suara Darl terdengar sedikit bergetar.
Kata yang diucapkan Darl seakan menyentrum tubuhku dengan tegangan ribuan volt.
Aku membuka mataku dan terisak.
Aku meraih tas hitam yang tergolek dipangkuan.
Membuka kancingnya dan merogoh telepon genggam.
Tangisku mengalir semakin deras.
Jariku memencet tombol memanggil, setelah layarnya menampilkan nama Dara.
Nada panggilan itu diangkat.
"Hallo,"
"Ra, dia melamarku. Dia melamarku. Dia melamarku!" aku berseru sambil berurai air mata.
"Ren. Tenang, Ren. Tenang."
"Darl baru saja melamarku. Dia mau aku menjadi pendamping hidupnya,"
"Tapi...."
"Aku tak mau menolaknya, Ra. Aku mau. Aku mau!" ujarku dengan nada tinggi.
"Jangan siksa dirimu seperti itu, Ren. Tak usah lagi kau harapkan Darl. Buka saja lembaran baru," Dara terdengar ikut terisak.
"Tidak, Ra. Tidak. Aku tak mau melupakan Darl. Sedikitpun tidak, Ra. Tidak! Tidak!!!!"
Prang.
Pecahan kaca terdengar, saat Rena melemparkan telepon genggamnya dan beradu tepat dengan gelas piala.
Ia berdiri.
Kedua tangannya menyapu semua benda di atas meja.
Telapak tangan kanannya berdarah, teriris pecahan kaca.
Tanpa ia perdulikan, Rena menjatuhkan separuh tubuhnya terkulai di atas meja.
Ia menangis sejadi-jadinya.
*****
Dara meletakkan teleponnya saat bunyi nada 'Tut' berkepanjangan. Tubuhnya bersandar di dinding dan jatuh terduduk. Matanya yang berkaca, menatap lekat sebuah foto berbingkai kaca bertuliskan "best friend forever", di lemari buku. Foto bergambar tiga manusia yang tertawa bahagia, dengan seorang pria yang kedua pundaknya direbahi kepala wanita. Tiga manusia bernama Dara, Darl, dan Rena.
"Kau tega menyakiti hati Rena, Darl," ujar Dara berucap lirih sambil menundukkan kepala.
*****
Tumbuhan rindang menaungi taman sepi. Daun yang kering jatuh tertiup angin. DARL LEONNEL. 14 FEBRUARI 1980. 1 MARET 2011,Tertulis pada sebuah pancang kayu kecil bertanah merah yang masih basah, dalam taman sepi itu.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)