Sabtu, 20 Desember 2008
Enam Ton Sekali Panen
MANISNYA madu sangat disukai orang banyak. Madu juga memiliki khasiat untuk meningkatkan stamina tubuh. Satu daerah pemasok madu terbesar di Kalimantan Barat adalah Kapuas Hulu, terutama di kawasan Danau Sentarum.
Daerah paling banyak menyumbangkan madu sebagai hasil hutan alami di kawasan Danau Sentarum tersebar di tiga Kecamatan. Yakni, Selimbau, Batang Lupar, dan Badau. Bahkan, madu yang dihasilkan sudah dikemas dengan rapi dan mendapatkan sertifikasi.
Direktur Riak Bumi Kalimantan Barat Valentinus Heri, mengatakan, madu dari kawasan Danau Sentarum merupakan madu hutan pertama di Indonesia dengan sertifikat organik dari BioCert, yang merupakan satu lembaga sertifikasi organik di Indonesia.
"Masyarakat di kawasan Danau Sentarum memiliki asosiasi yang khusus menangani madu hutan (Apis dorsata). Asosiasi terbentuk sejak 2005, lalu, yang berpusat di Semangit. Asosiasi ini bernama APDS atau Asosiasi Madu Hutan Indonesia," tuturnya, Senin (15/12), lalu.
Wilayah kerja petani madu tersebut meliputi 12.363 hektar hutan pada 13.253 tikungan. Sekali panen, masyarakat bisa mendapatkan enam ton madu setiap kelompoknya. Menurut Heri, pada 2008, masyarakat dapat memanen sekitar 20 ton madu.
Sebelum terbentuknya APDS, harga jual Madu sangat rendah. Hanya Rp 6.000 per kilo. Karenanya, menjadi petani madu masih belum dilirik oleh masyarakat di wilayah Danau Sentarum.
Setelah asosiasi terbentuk, harga jual madu mulai dilirik masyarakat. Harga jual mencapai Rp 45 ribu per kilogram. Apalagi, masyarakat juga tidak perlu bersusah payah menjual madu karena ada asosiasi yang siap menampung hasil panen madu mereka.
Heri mengatakan, jumlah anggota asosiasi APDS saat ini berjumlah 157 orang di delapan Periau (wilayah kelola kelompok madu di Danau Sentarum), yang berada di enam kampung dari 33 kampung potensial.
"Madu tersebut diperoleh petani dari hutan alami. Kualitas madupun tergantung pada hutan yang ada di Danau Sentarum. Bila hutan mulai rusak, kualitas madu yang dihasilkan juga akan terpengaruh," tuturnya.
Menurut peneliti dari Center for International Forestry Research (Cifor) Elizabeth Linda Yuliani, menjaga kealamian hutan Danau Sentarum merupakan tantangan yang harus ditanggulangi bersama.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim Cifor, tingkat kekeruhan air Danau Sentarum jauh di atas ambang batas yang disarankan untuk kesehatan manusia dan perikanan. Terutama, di Desa Leboyan.
"Berdasarkan penuturan masyarakat, kekeruhan memburuk sejak maraknya illegal logging dan pembangunan jalan yang tidak memperhatikan pengendalian dampak lingkungan di daerah hulu," tutur Linda.
Seorang warga Desa Selimbau Abu, mengatakan, pembalakan liar marak terjadi di sekitar Danau Sentarum antara tahun 2004 hingga 2005. Hal itu membuat hutan alami di sekitar danau menjadi terganggu.
"Banyak pohon di hutan yang ditebang. Ini menyebabkan hutan gundul dan mempengaruhi hasil panen madu. Padahal, selain madu yang dipanen, sarangnyapun dapat dijual dan menambah penghasilan masyarakat," tuturnya.
Ketika Tribun dan rombongan berada di pasar Lanjak, seorang ibu yang berasal dari Desa Semangit menjual Labang Muanyi (sarang lebah) yang bisa dijadikan lauk untuk makan. Ia menjual sarang lebah tersebut Rp 15 ribu per kilogramnya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar